Kamis, 03 Januari 2013

Melati diantara Mawar







            Aku merupakan mahasiswa jurusan seni rupa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Bandung. Aku mengambil prodi pendidikan karena berniat akan menjadi guru. Betapa gembiranya aku ketika melihat namaku terdaftar sebagai calon mahasiswa Pendidikan Seni Rupa sebulan seusai pengumuman SNMPTN. Ini adalah wilayahku, ini adalah kemampuanku dan bakatku telah tertanam disini sejak kecil. Kegembiraan itu aku terus jalani, tapi tidak dengan kisah cintaku saat ini. “Tidak pacaran selama kuliah” itulah slogan yang gamblang kutulis dalam hatiku. Namun bukan berarti aku tidak laku dan tidak normal. Kenyataannya dibalik slogan itu, hatiku telah terpaku pada sosok gadis yang kuimpikan sejak aku duduk di bangku SMP. Gadis tersebut kini menempuh pendidikan di sebuah Institusi Negeri di Bogor. Jarak antara kami berdua memang tidak terlalu jauh, tinggal naik bus saja bisa sampai. Entah mengapa pesonanya masih saja menarik hatiku hingga saat ini. Aku merasa was-was dengannya, sebab ia wanita yang sholeha, anggun dan berkepribadian menarik. Itu yang membuat banyak cowok klepek-klepek ketika mengenalnya. Rasa ini sungguh kuat, singgah tak sesekali pergi. Apakah aku harus memaksakan egoku? Entahlah…ini cinta atau sekedar…, takdir akan berkata namun ragaku, jiwaku dan pikiranku tetap bergerak.
            Perasaan suka pada melati itu bukan yang pertama kalinya. Aku pernah menyukai cewek pada saat usiaku baru 5 tahun. Kemudian aku menyukai temanku sewaktu SD dan aku sempat pacaran dengannya ketika baru masuk SMP namun hanya bertahan 3 bulan. Setelahnya aku pacaran dengan kakak kelasku yang usianya satu tahun di atasku. Namun hubungan itu hanya bertahan satu bulan, padahal ia memintaku untuk kembali menjalin kisah cinta dengannya ketika aku masih kelas VIII. Dan yang terakhir adalah melati, pertama kali aku bertemu dengannya pada saat mengikuti lomba murid teladan kelas V SD…aku ibaratkan seperti itu karena melati itu putih, bersih suci dan harum. Itulah ungkapan singkat yang pantas untuknya, gadis yang aku cinta hingga saat ini.
****
             “Dimas!!!”terdengar suara yang memanggilku di luar kelas. Aku pun penasaran, lalu keluar kelas. Di seberang kelasku, tepat di pintu kelas VII-E ada dua orang cewek yang sedang berdiri melambaikan tangannya padaku memanggilku untuk mendatanginya. “Maaf, ada apa ya?”tanyaku penasaran. “Itu KM kelas VII-E memanggilmu ada perlu katanya”jawab cewek itu. Aku pun bergegas masuk ke dalam kelas dan segera menuju meja KM kelas VII-E. “Maaf Mel, ada perlu apa ya?”tanyaku dengan muka memerah. Seisi kelas bersorak ramai hingga menambah rasa gugupku. Sejenak hening, kemudian ia berucap “Gak ada apa-apa kok….”jawabnya. Aku pun kesal merasa dibohongi dan dipermalukan. Aku menggebrak meja cewek yang memanggilku tadi. Ia kemudian meminta maaf padaku sambil mengikutiku ke depan kelas. Aku biarkan saja, tak peduli! Setelah kejadian itu aku mendapat telepon dari seorang teman cewek. Ia berkata bahwa setelah kejadian tadi di kelasnya, KMnya itu keluar kelas dengan muka memerah seperti mau menangis. Dan benar saja ia menangis di dalam kamar mandi. Ada beberapa teman yang berusaha menenangkannya. Aku hanya terdiam, tidak mau memperdebatkan masalah tadi. Setelah kejadian siang itu, aku bingung harus berbuat apa karena melati yang kusukai itu menangis. “Apa gara-gara malu, atau gara-gara aku memarahi temannya itu?”tanyaku dalam hati.
            “Ya ampun, buku catatanku ada di kolong meja”aku terkejut ketika mengambil buku itu ternyata di dalamnya ada sebuah surat. Ketika aku akan membuka surat, ternyata guru sudah masuk kelas. Secepatnya aku masukkan buku itu ke dalam tas, sebelum teman sebangku melihatnya. Aku terus saja memikirkan apa isi surat tersebut. Namun aku tidak mau membukanya, biarlah menjadi kejutan buatku. Bodoh amat isinya mau menggembirakan ataupun menyedihkan. Sepulang sekolah, aku segera masuk kamar ganti pakaian. Lalu aku buka tasku yang ada di atas kasur, kuambil surat itu. Aku masih ingat kutipan isinya seperti ini:
Assalamualaikum Wr.Wb
Hai apa kabar? Maaf sebelumnya aku mengirimkan surat ini secara diam-diam. Aku tidak berani mengatakannya secara langsung. Sebenarnya aku minta maaf banget mewakili temanku atas kejadian waktu itu. Kamu pasti marah banget…, tapi harus gimana lagi biar kamu memaafkan temanku. Kasihan tahu dia sampai merasa sedih banget, dia menyesal atas kejadian itu. Kuharap kamu mau memaafkannya ya… Allah aja mau memaafkan kesalahan kita, masa kita sebagai ciptaan-Nya tidak mau memaafkan sesama ciptaan-Nya???
Wassalam
Melati
Aku kaget dengan nama yang tercantum di bawah surat, ternyata surat itu dia yang membuatnya. Aku masih tidak percaya dengan hal ini, tulisan tangan dia, kertas berwarna pink itu….Aduh! Ya Allah…ini bagaikan mimpi! Kucubit pipiku, tanganku, kakiku. “Ahh…sakiiit! Ini nyata!”aku kegirangan. Langsung saja kubuat balasan surat itu. Ya…intinya aku sudah memaafkan cewek yang mengerjaiku tadi.
****
            Ujian semester akhir kelas VIII telah usai, semua siswa telah mendapatkan rapor. Aku kaget dengan nilai-nilai raporku sekarang, nilaiku semuanya memuaskan. Saat upacara bendera berakhir, diumumkan juara umum untuk kelas VIII, ternyata aku masuk ke urutan ke-3. Alhamdulillah..aku sangat bersyukur atas buah kerja kerasku belajar selama setahun ini. Ketika rasa senang itu belum usai tiba-tiba di depanku ada dua orang orang cewek berjilbab mengucapkan selamat padaku. Salah satunya adalah dia. “Selamat ya Mas… kamu udah bisa ngalahin aku sekarang.”ucapnya sambil tersenyum. Iya memang waktu aku kelas VII aku pernah berjanji akan menjadi juara umum. Tapi hal itu belum terlaksana, aku hanya masuk dalam nominasi 10 besar saja. Dan yang masuk peringkat ke-2 adalah dia. Tapi tahun ini dia hanya  masuk dalam nominasi 10 besar. “Oh iya…makasih ya Mel..hehe”balasku.
            Kini aku masuk kelas IX, kelasnya kini tepat disamping kelasku. Setiap hari aku sengaja mengunjungi kelas IX-E. Dengan alibi aku ingin mengobrol dengan teman-temanku di kelas itu. Mereka yang dulu bersama semenjak kelas VII hingga kelas VIII. Padahal disamping itu ada maksud lain yaitu ingin melihatnya lebih dekat. Tapi setiap jam istirahat, ia jarang terlihat di dalam kelas. Ternyata ujar teman-temanku, ia lebih sering mengunjungi perpustakaan dibandingkan ke kantin. Hmm… kalau begitu aku pun sekarang harus menjadi kutu buku lagi. Aku harus sering mengunjungi perpustakaan ketika jam istirahat.
            Ternyata usahaku tidak sia-sia. Sewaktu aku mengunjungi perpustakaan, kulihat di pojok depan sebelah kanan ada 2 cewek yang memakai jilbab putih sedang asik membaca buku. Ternyata mereka adalah ia dan sahabatnya. Aku mendekatinya dan sengaja duduk disampingnya. Ah…perasaan deg-degan ini terus saja menggangguku. Aku jadi tidak konsentrasi membaca buku yang kupegang. Mataku mencuri-curi pandang meliriknya, malah aku tidak membaca sedikitpun buku yang kupegang. Sialnya, ternyata ia mengetahuinya. Ketika aku sedang meliriknya, eh dia melirikku lagi sambil tersenyum-senyum. Langsung ku alihkan pandanganku lagi ke depan buku. “Mas…kamu hebat ya..”celetuknya tiba-tiba. “Eh.. kenapa Mel?”tanyaku heran. “Iya kamu hebat, bisa baca buku yang terbalik”jawabnya sambil tertawa kecil dan temannya yang dipinggirnya juga ikut tertawa. Aku juga tertawa, entah karena menertawai kecerobohanku atau karena mengikutinya tertawa. “Mas, aku duluan ya…”ucapnya. “Eh, iya…”ucapku sambil berusaha menyembunyikan rasa malu ini.
            Sungguh perasaan cinta ini tidak dapat kugambarkan di atas media apapun. Hanya hati dan pikiran yang dapat merasakannya. Terkadang aku menjadi salah tingkah saat berada di depannya. Pernah suatu kali aku lari terburu-buru hingga menabrak guruku. Waktu aku sedang asik mengobrol dengan teman-temanku di kelasnya, ternyata bel tanda istirahat sudah habis berbunyi. Terlihat ia dan temannya itu masuk kelas. “Mas..itu lihat coba ke depan pintu”celetuk salah satu temanku. Secara spontan aku kaget, langsung saja dag-dig-dug tidak karuan, telinga seperti terbakar. Ternyata aku melihat ia sedang mengobrol dengan wali kelasku. Ketika aku akan keluar kelas, tanganku ditarik oleh teman-temanku. Mereka sengaja mengerjaiku agar aku tidak pergi. Karena bangku yang aku duduki itu adalah bangkunya. Dengan sekuat tenaga, aku berusaha melepaskan diri. Akhirnya bisa lepas juga, dan pas saja ia masuk ke dalam kelas. Sambil lari aku memandanginya tersenyum. Alhasil “Brakkk!”aku menabrak guruku yang sedang membawa  setumpuk buku. “Aduh…Dimas hati-hati dong…kayak habis lihat setan aja lari-larian gitu.”ujar guruku. “Aduh Bu…maaf banget ya…”ucapku memelas sambil membantunya membereskan buku-buku beliau. Satu kelas itu melihatku, ada yang tertawa ada yang menyorakiku. Ah masa bodohlah, lebih baik aku disorakin daripada harus berhadapan melihat wajahnya yang manis itu.
****
            Ujian Nasional sudah dekat, sekitar 3 bulan lagi kami akan menghadapi 3 hari yang menegangkan itu. Aku berusaha keras belajar dengan rajin hingga larut malam. Karena aku tipe orang yang bisa dikatakan perfeksionis. Segalanya harus mencapai sempurna. Hingga akhirnya aku memforsir diri sendiri sering terlambat makan. Ketika mata pelajaran Sejarah usai, jam istirahatku tiba. Aku menahan rasa sakitku ini sambil tetap berada di tempat dudukku. Kepalaku pusing, mataku berkunang-kunang, badan serasa lemas sekali. “Mas, kamu kenapa kok wajahnya pucat sih? Kamu sakit ya?”tanya teman-temanku. “Enggak kok, cuma ngantuk aja”ujarku ngeles. Teman-temanku mendekatiku dan memegang dahiku. “Yampun Mas… badan kamu panas banget!”ucap seorang temanku. Disaat itu aku tidak dapat lagi menutupi rasa sakit ini. Aku langsung jatuh pingsan di atas meja. Karena UKS tidak dapat menangani kondisiku, aku pun akhirnya dibawa ke Rumah Sakit di daerah Cirebon. Selama 4 hari aku dirawat di ruang ICU, dan 4 hari berikutnya dirawat di ruang biasa.
            “Mas, gimana kabar kamu?”tanya seorang temanku melalui telepon. “Udah mendingan kok”jawabku. “Aku mau  kesitu loh sama teman-teman yang lain, siap-siap ya. Hehe…”kemudian terdengar suara berisik dari luar. Sepertinya itu teman-temanku sudah sampai. Lalu mereka masuk ke ruanganku. “Yampun Dimas, kamu sakit apa sih kok mendadak pingsan gitu?”tanya seorang temanku dengan polosnya. “Aku kena demam berdarah sama maag kronis.”jawabku sambil tersenyum. “Yampun, makanya kamu jangan rajin-rajin banget belajarnya sampai lupa makan ya? Eh, aku sama teman-teman bawa bingkisan nih… Tapi ini gak seberapa loh…Ada bingkisan yang gak dijual dan limited edition. Taraaa…..”ternyata yang keluar dibelakang 6 temanku itu adalah dia. Dengan jilbabnya yang berwarna ungu muda ia tersenyum padaku. Lalu ia mendekatiku dan duduk di sampingku. Aduh….dag-dig-dug jantungku berdetak kencang serasa telah berlari cepat beberapa kilometer. Badanku yang tadinya dingin, suhunya tiba-tiba menjadi hangat dan telingaku terasa panas. “Yampun…muka Dimas memerah” Teriak salah seorang temanku. Lalu mereka berenam meninggalkan aku dan dia di dalam ruangan. Aduh berdua di dalam ruangan dengan orang yang kusuka, seumur-umur belum pernah aku lakukan.
            “Kamu udah makan belum?”tanyanya sambil mengambil makanan siang yang sudah disediakan pihak rumah sakit di atas meja. “Belum sih.. hehe” Aduh benar-benar malu sekali aku terlihat tidak berdaya, terkapar di atas kasur. “Yaudah makan dulu ya, aku suapin sini”bujuknya. Waaa….ingin rasanya loncat-loncat sambil teriak “Hore!Hore!Hore!” ya ingin aku lakukan seperti itu. Lalu ia pun menyuapiku dengan lembut dan penuh kasih sayang. Aku dapat merasakannya bagaimana cara ia menyuapiku dengan sabar hingga makanan itu habis. Setelah itu ia memotong buah pir yang ada di keranjang di atas meja. Buah pir yang kumakan rasanya manis sekali tidak ada rasa asam sedikitpun. Tapi kami tidak berani saling bertatapan mata lama-lama. Sambil tertawa kecil kami makan buah itu bersama-sama hingga habis satu buah. “Makasih ya Mel..udah datang menjenguk dan mau menyuapin aku. Hehe”ucapku sambil tersenyum gak karuan. “Iya sama-sama, cepat sembuh ya…biar bisa masuk sekolah lagi. Kan sebentar lagi kita mau Ujian Nasional.” Kemudian ia dan teman-temanku pulang. Kejadian itu tidak akan aku lupakan hingga nanti. Aku berharap semoga kejadian aku dan ia terulang kembali tapi sebagai sahabat sejati yang terikat dalam sebuah janji suci.
****
            Seusai istirahat di rumah selama 3 hari, aku berangkat sekolah dan langsung mengikuti kegiatan Pra-Ujian Nasional atau disebut try out. Aku baru tersadar ternyata tempat duduknya diacak, dalam satu kelas terdiri dari campuran beberapa siswa dari kelas lain. Dan aku lebih terkejut lagi ketika aku melihat ia tepat di sebelah kiriku. Andai saja duduknya sebangku dua orang, aku berharap ia yang akan sebangku denganku. Pikiran konyol tetap saja ada di benakku saat melaksanakan try out.
            Beberapa kali try out akhirnya tibalah waktu yang menegangkan selama tiga hari berturut-turut. Ya, itu adalah hari-hari yang menentukan kelulusan kita yang belajar selama tiga tahun. Ketika aku akan memulai mengerjakan soal, kubaca terlebih dahulu tata tertibnya. Memang tidak jauh berbeda dengan tata tertib di soal-soal try out, tapi disitu ada tulisan “Jangan sampai lembar jawaban rusak, BASAH, atau kotor”. Melihat kata “BASAH” aku teringat akan sapu tangan yang selalu aku bawa pada saat-saat ujian apapun. Karena tanganku sering basah, ada indikasi bahwa aku lemah jantung. Aku tidak dapat mengerjakan soal soal dengan tenang. Aku mecari-cari kertas kosong tapi tidak ada satupun. Seluruh tas juga dikumpulkan di luar kelas. Ya Allah…apa yang harus saya lakukan, sementara tanganku semakin basah oleh keringat. Dia melihatku seperti kebingungan, “Kenapa Dimas?”tanyanya. “Gak apa-apa kok”jawabku sambil mengelap tanganku ke celana. Ternyata ia melihat bekas lap tanganku itu basah. “Oh, tangan kamu berkeringat ya? Yaudah pakai sapu tangan punyaku aja nih” tawarnya. “Aduh gak usah Din…”jawabku yang sok-sok menyepelehkan hal yang ku khawatirkan. “Yaudah terserah kamu deh kalau mau gak lulus mah”sindirnya sambil kembali melihat lembar soal. “Eh iya…iya…aku pinjam deh”ucapku. Lalu ia memberikan sapu tangan berwarna pink dengan motif bunga matahari itu padaku.
            Sepulangnya di rumah, aku terus memegang sapu tangan itu sambil menciuminya. Aduh, baru sapu tangannya saja aku sudah sangat senang.  Apalagi…., ah aku berpikir yang masih jauh ke depan. Langsung saja aku cuci sapu tangan itu ditambahkan pewangi. Aku tidak biasa mencuci baju sendiri saat itu. Tapi entah mengapa aku mau mencuci sapu tangan ini. Mungkin ini yang dinamakan keikhlasan cinta. Esoknya aku kembalikan sapu tangan itu padanya ketika hari ke-2 Ujian Nasional.
            Ujian Nasional telah usai, hari ini adalah hari pelepasan kelas IX. Diadakan sebuah acara pentas seni di sekolah kami. Aku melihatnya memakai baju berwarna ungu muda, sangat cantik dan anggun. Cantiknya sangat alami tanpa polesan make up. Ingin rasanya aku foto bersamanya, tapi aku sangat malu. Aku minder karena wajahku saat itu sedang berjerawat, mana besar-besar lagi. Mungkin karena stress menghadapi Ujian Nasional. Entah mengapa aku selalu membandingkan diriku dengan orang lain yang wajahnya mulus. Aku takut mengecewakannya jikalau aku jadi pacarnya. Dia cantik dan sempurna menurutku, tapi aku sudah tidak tampan seperti dulu lagi. Dengan pikiranku yang idealis, aku beranggapan bahwa cewek yang cantik hanya mau dengan cowok yang tampan.
            Menunggu masuk SMA selama 3 bulan lamanya. Dalam selang waktu itu, aku sering smsan dengannya. Bertanya kemana ia akan lanjut sekolah nanti. Dan aku sempat mengatakan perasaan yang aku simpan selama 3 tahun ini. Biarlah dengan segala kekuranganku aku bertekad mengungkapkannya. Aku belum berani mengungkapkannya secara langsung, karena setiap kali melihatnya selalu deg-degan perasaanku seperti ingin terbang mengepakkan sayap. Aku mengungkapkan hal tersebut melalui puisi yang kubuat dan kukirim lewat sms. Diakhir puisi aku mengetikkan kata, “Maukah kau mengisi hatiku dengan sebuah cinta?”sungguh gombal rasanya. Tapi itulah perasaanku yang selama ini aku simpan. Aku sangat mencintainya bahkan hingga kini. Ia menjawab, “…biarlah seperti air yang mengalir, agar indah pada saatnya” itulah kutipan yang masih aku ingat darinya. Aku hanya bertemu dengannya sekali, setelah lulus SMP. Karena kita sudah tidak satu sekolah lagi. Itu pun teman-temanku yang memaksaku untuk main ke rumahnya, sewaktu sedang libur selama 3 bulan menjelang masuk SMA. Aku berkunjung ke rumahnya hanya sebentar. Hanya mengobrol dengannya di halaman rumahnya. Sebenarnya ia masih dilarang  pacaran oleh orang tuanya jadi hanya berani mengobrol denganku di depan rumah.
            Namun untuk mempertahankan sebuah hubungan yang jauh itu sungguh sulit, butuh kepercayaan antar pihak dan yang penting adalah harus sering mengabarinya. Suatu waktu aku tidak dapat menghubunginya dikarenakan tidak ada pulsa. Nah, disitulah hal yang membuatku bingung. Ia memang tipe romantis, ia selalu ingin dibuatkan puisi olehku. Terkadang aku juga mengirimkan kata-kata romantis untuknya. Begitulah pacaranku saat itu hanya melalui telepon seluler. Ingin sekali rasanya aku mengunjunginya dengan mengendarai motor. Tapi aku masih dilarang mengendarai motor pada saat itu. Aku iri dengan teman-temanku yang mengajak pacarnya naik motor. Ingin sekali rasanya aku lakukan hal itu bersamanya. Belum pernah sekalipun aku mengajaknya bepergian memakai motor. Jangankan motor-motoran, jalan-jalan berduaan dengan kendaraan umum pun tak pernah. Tapi kalau pulang sekolah bareng mah pernah beberapa kali.
            Ya itulah kisah cinta yang sangat jauh berbeda dengan kisah cinta kebanyakan anak-anak zaman sekarang. Tiga tahun lamanya aku dan dia berusaha menjaga perasaan yang mungkin kami sama rasakan. Banyak cowok yang mendatanginya untuk menyatakan cinta, namun  ia tolak. Karena ia berusaha mempertahankan hubungan ini. Dan ada beberapa cewek yang suka sama aku juga, tapi aku tidak mau membalas rasa suka itu. Aku pun tetap pada pendirianku untuk menjaga perasaannya, perasaan kita. Satu hari tidak sms atau menelpon pun rasanya ada yang ganjil. Setiap akhir semester kita selalu memberitahu nilai-nilai rapor melalui sms untuk membuktikan prestasi kita agar cinta tidak mengganggu prestasi di sekolah. Tiga tahun itu tidak terasa lama, walaupun jika dikonversikan ke dalam bulan, hari, jam, menit bahkan detik maka jumlahnya akan sangat banyak.
            Sepertinya air yang mengalir itu sangat deras dan menghantam apapun yang ada di depannya. Aku jarang sms melati, karena aku khawatir dengan  masa depanku, dengan orang  tuaku  juga. Aku belum diterima di perguruan tinggi negeri ataupun swasta favorit pilihanku. Sedangkan ia sudah diterima sebuah institusi negeri di Bogor melalui jalur PMDK berdasarkan nilai rapor. Aku bingung, hanya ada satu kali lagi kesempatan yang harus kutempuh yaitu melalui jalur SNMPTN tertulis. Aku yakin dengan kemampuan yang kumiliki sehingga aku tidak mengambil jalur Ujian Mandiri yang tentunya menghabiskan uang lebih banyak. Aku belajar dengan sangat giat selama satu bulan bahkan aku rela tidak bermain bersama teman-teman. Tapi teman-temanku tetap saja mengunjungiku belajar bersama di rumahku. Karena mereka juga akan menghadapi ujian SNMPTN sama sepertiku. Entah ini sebuah kesalahanku atau kesalahpahaman. Mungkin hati wanita lebih peka dan lebih sensitif, ia tidak dapat menahan perasaan sedih karena aku jarang mengiriminya sms, jarang memberinya kabar apalagi menelpon. Akhirnya ia meminta hubungan ini berakhir, tepat di malam ketika aku akan menghadapi ujian SNMPTN esok hari.
            Aku sungguh frustrasi, usahaku belajar selama satu bulan ini untuk menghadapi SNMPTN dan ujian masuk STAN seakan-akan hanya sebuah sketsa yang kubuat kemudian aku hapus lagi. Entah aku harus marah dan menumpahkan rasa kesal pada siapa. Aku memarahi diriku sendiri dan mengadu hanya pada Tuhanku. Aku mengurung diriku semalaman, aku juga tidak nafsu makan. Tapi aku harus tetap berpikir jernih dengan logika dan perasaanku dari berbagai perspektif. Aku harus melihat orang tuaku yang mempunyai harapan besar agar aku jadi orang yang berhasil lebih dari mereka saat ini, aku harus membahagiakan mereka. Aku juga harus melihat diriku suatu saat aku akan menikah dan menjadi pemimpin rumah tangga yang bertanggungjawab memberi nafkah. Aku juga melihat saudara-saudaraku yang lain yang sangat menyayangiku seperti anak mereka sendiri. Cinta dan kekecewaan ini aku simpan rapat-rapat untuk sementara waktu hingga aku dapat meraih apa yang aku, dia dan mereka  inginkan. “Biarlah seperti air yang mengalir”itu uangkapnya dulu. Kini aku telah menyiapkan pembatasnya apapun itu, agar air itu tak mengalir ke tempat yang tak semestinya. Apakah ini cinta atau sekedar…., entahlah, ku hanya beikhtiar karena-Nya. Semoga ia akan tetap menjadi melati diantara mawar.            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar