Aku
merupakan mahasiswa jurusan seni rupa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di
Bandung. Aku mengambil prodi pendidikan karena berniat akan menjadi guru.
Betapa gembiranya aku ketika melihat namaku terdaftar sebagai calon mahasiswa
Pendidikan Seni Rupa sebulan seusai pengumuman SNMPTN. Ini adalah wilayahku,
ini adalah kemampuanku dan bakatku telah tertanam disini sejak kecil.
Kegembiraan itu aku terus jalani, tapi tidak dengan kisah cintaku saat ini.
“Tidak pacaran selama kuliah” itulah slogan yang gamblang kutulis dalam hatiku.
Namun bukan berarti aku tidak laku dan tidak normal. Kenyataannya dibalik
slogan itu, hatiku telah terpaku pada sosok gadis yang kuimpikan sejak aku
duduk di bangku SMP. Gadis tersebut kini menempuh pendidikan di sebuah
Institusi Negeri di Bogor. Jarak antara kami berdua memang tidak terlalu jauh,
tinggal naik bus saja bisa sampai. Entah mengapa pesonanya masih saja menarik
hatiku hingga saat ini. Aku merasa was-was dengannya, sebab ia wanita yang
sholeha, anggun dan berkepribadian menarik. Itu yang membuat banyak cowok
klepek-klepek ketika mengenalnya. Rasa ini sungguh kuat, singgah tak sesekali
pergi. Apakah aku harus memaksakan egoku? Entahlah…ini cinta atau sekedar…,
takdir akan berkata namun ragaku, jiwaku dan pikiranku tetap bergerak.
Perasaan suka pada melati itu bukan
yang pertama kalinya. Aku pernah menyukai cewek pada saat usiaku baru 5 tahun.
Kemudian aku menyukai temanku sewaktu SD dan aku sempat pacaran dengannya
ketika baru masuk SMP namun hanya bertahan 3 bulan. Setelahnya aku pacaran
dengan kakak kelasku yang usianya satu tahun di atasku. Namun hubungan itu
hanya bertahan satu bulan, padahal ia memintaku untuk kembali menjalin kisah
cinta dengannya ketika aku masih kelas VIII. Dan yang terakhir adalah melati,
pertama kali aku bertemu dengannya pada saat mengikuti lomba murid teladan
kelas V SD…aku ibaratkan seperti itu karena melati itu putih, bersih suci dan
harum. Itulah ungkapan singkat yang pantas untuknya, gadis yang aku cinta
hingga saat ini.
****
“Dimas!!!”terdengar suara yang memanggilku di
luar kelas. Aku pun penasaran, lalu keluar kelas. Di seberang kelasku, tepat di
pintu kelas VII-E ada dua orang cewek yang sedang berdiri melambaikan tangannya
padaku memanggilku untuk mendatanginya. “Maaf, ada apa ya?”tanyaku penasaran.
“Itu KM kelas VII-E memanggilmu ada perlu katanya”jawab cewek itu. Aku pun
bergegas masuk ke dalam kelas dan segera menuju meja KM kelas VII-E. “Maaf Mel,
ada perlu apa ya?”tanyaku dengan muka memerah. Seisi kelas bersorak ramai
hingga menambah rasa gugupku. Sejenak hening, kemudian ia berucap “Gak ada
apa-apa kok….”jawabnya. Aku pun kesal merasa dibohongi dan dipermalukan. Aku
menggebrak meja cewek yang memanggilku tadi. Ia kemudian meminta maaf padaku
sambil mengikutiku ke depan kelas. Aku biarkan saja, tak peduli! Setelah
kejadian itu aku mendapat telepon dari seorang teman cewek. Ia berkata bahwa setelah
kejadian tadi di kelasnya, KMnya itu keluar kelas dengan muka memerah seperti
mau menangis. Dan benar saja ia menangis di dalam kamar mandi. Ada beberapa teman
yang berusaha menenangkannya. Aku hanya terdiam, tidak mau memperdebatkan
masalah tadi. Setelah kejadian siang itu, aku bingung harus berbuat apa karena
melati yang kusukai itu menangis. “Apa gara-gara malu, atau gara-gara aku memarahi
temannya itu?”tanyaku dalam hati.
“Ya ampun, buku catatanku ada di
kolong meja”aku terkejut ketika mengambil buku itu ternyata di dalamnya ada
sebuah surat. Ketika aku akan membuka surat, ternyata guru sudah masuk kelas.
Secepatnya aku masukkan buku itu ke dalam tas, sebelum teman sebangku
melihatnya. Aku terus saja memikirkan apa isi surat tersebut. Namun aku tidak
mau membukanya, biarlah menjadi kejutan buatku. Bodoh amat isinya mau
menggembirakan ataupun menyedihkan. Sepulang sekolah, aku segera masuk kamar
ganti pakaian. Lalu aku buka tasku yang ada di atas kasur, kuambil surat itu.
Aku masih ingat kutipan isinya seperti ini:
Assalamualaikum
Wr.Wb
Hai
apa kabar? Maaf sebelumnya aku mengirimkan surat ini secara diam-diam. Aku
tidak berani mengatakannya secara langsung. Sebenarnya aku minta maaf banget
mewakili temanku atas kejadian waktu itu. Kamu pasti marah banget…, tapi harus
gimana lagi biar kamu memaafkan temanku. Kasihan tahu dia sampai merasa sedih
banget, dia menyesal atas kejadian itu. Kuharap kamu mau memaafkannya ya… Allah
aja mau memaafkan kesalahan kita, masa kita sebagai ciptaan-Nya tidak mau
memaafkan sesama ciptaan-Nya???
Wassalam
Melati
Aku
kaget dengan nama yang tercantum di bawah surat, ternyata surat itu dia yang
membuatnya. Aku masih tidak percaya dengan hal ini, tulisan tangan dia, kertas
berwarna pink itu….Aduh! Ya Allah…ini bagaikan mimpi! Kucubit pipiku, tanganku,
kakiku. “Ahh…sakiiit! Ini nyata!”aku kegirangan. Langsung saja kubuat balasan
surat itu. Ya…intinya aku sudah memaafkan cewek yang mengerjaiku tadi.
****
Ujian semester akhir kelas VIII
telah usai, semua siswa telah mendapatkan rapor. Aku kaget dengan nilai-nilai
raporku sekarang, nilaiku semuanya memuaskan. Saat upacara bendera berakhir,
diumumkan juara umum untuk kelas VIII, ternyata aku masuk ke urutan ke-3.
Alhamdulillah..aku sangat bersyukur atas buah kerja kerasku belajar selama
setahun ini. Ketika rasa senang itu belum usai tiba-tiba di depanku ada dua
orang orang cewek berjilbab mengucapkan selamat padaku. Salah satunya adalah
dia. “Selamat ya Mas… kamu udah bisa ngalahin aku sekarang.”ucapnya sambil
tersenyum. Iya memang waktu aku kelas VII aku pernah berjanji akan menjadi
juara umum. Tapi hal itu belum terlaksana, aku hanya masuk dalam nominasi 10
besar saja. Dan yang masuk peringkat ke-2 adalah dia. Tapi tahun ini dia
hanya masuk dalam nominasi 10 besar. “Oh
iya…makasih ya Mel..hehe”balasku.
Kini aku masuk kelas IX, kelasnya
kini tepat disamping kelasku. Setiap hari aku sengaja mengunjungi kelas IX-E.
Dengan alibi aku ingin mengobrol dengan teman-temanku di kelas itu. Mereka yang
dulu bersama semenjak kelas VII hingga kelas VIII. Padahal disamping itu ada
maksud lain yaitu ingin melihatnya lebih dekat. Tapi setiap jam istirahat, ia
jarang terlihat di dalam kelas. Ternyata ujar teman-temanku, ia lebih sering
mengunjungi perpustakaan dibandingkan ke kantin. Hmm… kalau begitu aku pun
sekarang harus menjadi kutu buku lagi. Aku harus sering mengunjungi
perpustakaan ketika jam istirahat.
Ternyata usahaku tidak sia-sia.
Sewaktu aku mengunjungi perpustakaan, kulihat di pojok depan sebelah kanan ada
2 cewek yang memakai jilbab putih sedang asik membaca buku. Ternyata mereka
adalah ia dan sahabatnya. Aku mendekatinya dan sengaja duduk disampingnya.
Ah…perasaan deg-degan ini terus saja menggangguku. Aku jadi tidak konsentrasi
membaca buku yang kupegang. Mataku mencuri-curi pandang meliriknya, malah aku
tidak membaca sedikitpun buku yang kupegang. Sialnya, ternyata ia
mengetahuinya. Ketika aku sedang meliriknya, eh dia melirikku lagi sambil
tersenyum-senyum. Langsung ku alihkan pandanganku lagi ke depan buku. “Mas…kamu
hebat ya..”celetuknya tiba-tiba. “Eh.. kenapa Mel?”tanyaku heran. “Iya kamu
hebat, bisa baca buku yang terbalik”jawabnya sambil tertawa kecil dan temannya
yang dipinggirnya juga ikut tertawa. Aku juga tertawa, entah karena menertawai
kecerobohanku atau karena mengikutinya tertawa. “Mas, aku duluan ya…”ucapnya.
“Eh, iya…”ucapku sambil berusaha menyembunyikan rasa malu ini.
Sungguh perasaan cinta ini tidak dapat
kugambarkan di atas media apapun. Hanya hati dan pikiran yang dapat
merasakannya. Terkadang aku menjadi salah tingkah saat berada di depannya.
Pernah suatu kali aku lari terburu-buru hingga menabrak guruku. Waktu aku
sedang asik mengobrol dengan teman-temanku di kelasnya, ternyata bel tanda
istirahat sudah habis berbunyi. Terlihat ia dan temannya itu masuk kelas. “Mas..itu
lihat coba ke depan pintu”celetuk salah satu temanku. Secara spontan aku kaget,
langsung saja dag-dig-dug tidak karuan, telinga seperti terbakar. Ternyata aku
melihat ia sedang mengobrol dengan wali kelasku. Ketika aku akan keluar kelas,
tanganku ditarik oleh teman-temanku. Mereka sengaja mengerjaiku agar aku tidak
pergi. Karena bangku yang aku duduki itu adalah bangkunya. Dengan sekuat
tenaga, aku berusaha melepaskan diri. Akhirnya bisa lepas juga, dan pas saja ia
masuk ke dalam kelas. Sambil lari aku memandanginya tersenyum. Alhasil
“Brakkk!”aku menabrak guruku yang sedang membawa setumpuk buku. “Aduh…Dimas hati-hati
dong…kayak habis lihat setan aja lari-larian gitu.”ujar guruku. “Aduh Bu…maaf
banget ya…”ucapku memelas sambil membantunya membereskan buku-buku beliau. Satu
kelas itu melihatku, ada yang tertawa ada yang menyorakiku. Ah masa bodohlah,
lebih baik aku disorakin daripada harus berhadapan melihat wajahnya yang manis
itu.
****
Ujian Nasional sudah dekat, sekitar
3 bulan lagi kami akan menghadapi 3 hari yang menegangkan itu. Aku berusaha
keras belajar dengan rajin hingga larut malam. Karena aku tipe orang yang bisa
dikatakan perfeksionis. Segalanya harus mencapai sempurna. Hingga akhirnya aku
memforsir diri sendiri sering terlambat makan. Ketika mata pelajaran Sejarah
usai, jam istirahatku tiba. Aku menahan rasa sakitku ini sambil tetap berada di
tempat dudukku. Kepalaku pusing, mataku berkunang-kunang, badan serasa lemas
sekali. “Mas, kamu kenapa kok wajahnya pucat sih? Kamu sakit ya?”tanya
teman-temanku. “Enggak kok, cuma ngantuk aja”ujarku ngeles. Teman-temanku
mendekatiku dan memegang dahiku. “Yampun Mas… badan kamu panas banget!”ucap
seorang temanku. Disaat itu aku tidak dapat lagi menutupi rasa sakit ini. Aku
langsung jatuh pingsan di atas meja. Karena UKS tidak dapat menangani
kondisiku, aku pun akhirnya dibawa ke Rumah Sakit di daerah Cirebon. Selama 4
hari aku dirawat di ruang ICU, dan 4 hari berikutnya dirawat di ruang biasa.
“Mas, gimana kabar kamu?”tanya
seorang temanku melalui telepon. “Udah mendingan kok”jawabku. “Aku mau kesitu loh sama teman-teman yang lain,
siap-siap ya. Hehe…”kemudian terdengar suara berisik dari luar. Sepertinya itu
teman-temanku sudah sampai. Lalu mereka masuk ke ruanganku. “Yampun Dimas, kamu
sakit apa sih kok mendadak pingsan gitu?”tanya seorang temanku dengan polosnya.
“Aku kena demam berdarah sama maag kronis.”jawabku sambil tersenyum. “Yampun,
makanya kamu jangan rajin-rajin banget belajarnya sampai lupa makan ya? Eh, aku
sama teman-teman bawa bingkisan nih… Tapi ini gak seberapa loh…Ada bingkisan
yang gak dijual dan limited edition.
Taraaa…..”ternyata yang keluar dibelakang 6 temanku itu adalah dia. Dengan
jilbabnya yang berwarna ungu muda ia tersenyum padaku. Lalu ia mendekatiku dan
duduk di sampingku. Aduh….dag-dig-dug jantungku berdetak kencang serasa telah
berlari cepat beberapa kilometer. Badanku yang tadinya dingin, suhunya tiba-tiba
menjadi hangat dan telingaku terasa panas. “Yampun…muka Dimas memerah” Teriak
salah seorang temanku. Lalu mereka berenam meninggalkan aku dan dia di dalam
ruangan. Aduh berdua di dalam ruangan dengan orang yang kusuka, seumur-umur
belum pernah aku lakukan.
****
Seusai istirahat di rumah selama 3
hari, aku berangkat sekolah dan langsung mengikuti kegiatan Pra-Ujian Nasional
atau disebut try out. Aku baru
tersadar ternyata tempat duduknya diacak, dalam satu kelas terdiri dari
campuran beberapa siswa dari kelas lain. Dan aku lebih terkejut lagi ketika aku
melihat ia tepat di sebelah kiriku. Andai saja duduknya sebangku dua orang, aku
berharap ia yang akan sebangku denganku. Pikiran konyol tetap saja ada di
benakku saat melaksanakan try out.
Beberapa kali try out akhirnya tibalah waktu yang menegangkan selama tiga hari
berturut-turut. Ya, itu adalah hari-hari yang menentukan kelulusan kita yang
belajar selama tiga tahun. Ketika aku akan memulai mengerjakan soal, kubaca
terlebih dahulu tata tertibnya. Memang tidak jauh berbeda dengan tata tertib di
soal-soal try out, tapi disitu ada
tulisan “Jangan sampai lembar jawaban rusak, BASAH, atau kotor”. Melihat kata
“BASAH” aku teringat akan sapu tangan yang selalu aku bawa pada saat-saat ujian
apapun. Karena tanganku sering basah, ada indikasi bahwa aku lemah jantung. Aku
tidak dapat mengerjakan soal soal dengan tenang. Aku mecari-cari kertas kosong
tapi tidak ada satupun. Seluruh tas juga dikumpulkan di luar kelas. Ya
Allah…apa yang harus saya lakukan, sementara tanganku semakin basah oleh
keringat. Dia melihatku seperti kebingungan, “Kenapa Dimas?”tanyanya. “Gak
apa-apa kok”jawabku sambil mengelap tanganku ke celana. Ternyata ia melihat
bekas lap tanganku itu basah. “Oh, tangan kamu berkeringat ya? Yaudah pakai
sapu tangan punyaku aja nih” tawarnya. “Aduh gak usah Din…”jawabku yang sok-sok
menyepelehkan hal yang ku khawatirkan. “Yaudah terserah kamu deh kalau mau gak
lulus mah”sindirnya sambil kembali melihat lembar soal. “Eh iya…iya…aku pinjam
deh”ucapku. Lalu ia memberikan sapu tangan berwarna pink dengan motif bunga
matahari itu padaku.
Sepulangnya di rumah, aku terus
memegang sapu tangan itu sambil menciuminya. Aduh, baru sapu tangannya saja aku
sudah sangat senang. Apalagi…., ah aku
berpikir yang masih jauh ke depan. Langsung saja aku cuci sapu tangan itu ditambahkan
pewangi. Aku tidak biasa mencuci baju sendiri saat itu. Tapi entah mengapa aku
mau mencuci sapu tangan ini. Mungkin ini yang dinamakan keikhlasan cinta.
Esoknya aku kembalikan sapu tangan itu padanya ketika hari ke-2 Ujian Nasional.
Ujian Nasional telah usai, hari ini
adalah hari pelepasan kelas IX. Diadakan sebuah acara pentas seni di sekolah
kami. Aku melihatnya memakai baju berwarna ungu muda, sangat cantik dan anggun.
Cantiknya sangat alami tanpa polesan make
up. Ingin rasanya aku foto bersamanya, tapi aku sangat malu. Aku minder
karena wajahku saat itu sedang berjerawat, mana besar-besar lagi. Mungkin
karena stress menghadapi Ujian
Nasional. Entah mengapa aku selalu membandingkan diriku dengan orang lain yang
wajahnya mulus. Aku takut mengecewakannya jikalau aku jadi pacarnya. Dia cantik
dan sempurna menurutku, tapi aku sudah tidak tampan seperti dulu lagi. Dengan
pikiranku yang idealis, aku beranggapan bahwa cewek yang cantik hanya mau
dengan cowok yang tampan.
Menunggu masuk SMA selama 3 bulan
lamanya. Dalam selang waktu itu, aku sering smsan dengannya. Bertanya kemana ia
akan lanjut sekolah nanti. Dan aku sempat mengatakan perasaan yang aku simpan
selama 3 tahun ini. Biarlah dengan segala kekuranganku aku bertekad
mengungkapkannya. Aku belum berani mengungkapkannya secara langsung, karena
setiap kali melihatnya selalu deg-degan perasaanku seperti ingin terbang
mengepakkan sayap. Aku mengungkapkan hal tersebut melalui puisi yang kubuat dan
kukirim lewat sms. Diakhir puisi aku mengetikkan kata, “Maukah kau mengisi
hatiku dengan sebuah cinta?”sungguh gombal rasanya. Tapi itulah perasaanku yang
selama ini aku simpan. Aku sangat mencintainya bahkan hingga kini. Ia menjawab,
“…biarlah seperti air yang mengalir, agar indah pada saatnya” itulah kutipan
yang masih aku ingat darinya. Aku hanya bertemu dengannya sekali, setelah lulus
SMP. Karena kita sudah tidak satu sekolah lagi. Itu pun teman-temanku yang
memaksaku untuk main ke rumahnya, sewaktu sedang libur selama 3 bulan menjelang
masuk SMA. Aku berkunjung ke rumahnya hanya sebentar. Hanya mengobrol dengannya
di halaman rumahnya. Sebenarnya ia masih dilarang pacaran oleh orang tuanya jadi hanya berani
mengobrol denganku di depan rumah.
Namun untuk mempertahankan sebuah
hubungan yang jauh itu sungguh sulit, butuh kepercayaan antar pihak dan yang
penting adalah harus sering mengabarinya. Suatu waktu aku tidak dapat
menghubunginya dikarenakan tidak ada pulsa. Nah, disitulah hal yang membuatku
bingung. Ia memang tipe romantis, ia selalu ingin dibuatkan puisi olehku.
Terkadang aku juga mengirimkan kata-kata romantis untuknya. Begitulah pacaranku
saat itu hanya melalui telepon seluler. Ingin sekali rasanya aku mengunjunginya
dengan mengendarai motor. Tapi aku masih dilarang mengendarai motor pada saat
itu. Aku iri dengan teman-temanku yang mengajak pacarnya naik motor. Ingin
sekali rasanya aku lakukan hal itu bersamanya. Belum pernah sekalipun aku
mengajaknya bepergian memakai motor. Jangankan motor-motoran, jalan-jalan
berduaan dengan kendaraan umum pun tak pernah. Tapi kalau pulang sekolah bareng
mah pernah beberapa kali.
Ya itulah kisah cinta yang sangat
jauh berbeda dengan kisah cinta kebanyakan anak-anak zaman sekarang. Tiga tahun
lamanya aku dan dia berusaha menjaga perasaan yang mungkin kami sama rasakan.
Banyak cowok yang mendatanginya untuk menyatakan cinta, namun ia tolak. Karena ia berusaha mempertahankan
hubungan ini. Dan ada beberapa cewek yang suka sama aku juga, tapi aku tidak
mau membalas rasa suka itu. Aku pun tetap pada pendirianku untuk menjaga perasaannya,
perasaan kita. Satu hari tidak sms atau menelpon pun rasanya ada yang ganjil.
Setiap akhir semester kita selalu memberitahu nilai-nilai rapor melalui sms
untuk membuktikan prestasi kita agar cinta tidak mengganggu prestasi di
sekolah. Tiga tahun itu tidak terasa lama, walaupun jika dikonversikan ke dalam
bulan, hari, jam, menit bahkan detik maka jumlahnya akan sangat banyak.
Sepertinya air yang mengalir itu
sangat deras dan menghantam apapun yang ada di depannya. Aku jarang sms melati,
karena aku khawatir dengan masa depanku,
dengan orang tuaku juga. Aku belum diterima di perguruan tinggi
negeri ataupun swasta favorit pilihanku. Sedangkan ia sudah diterima sebuah
institusi negeri di Bogor melalui jalur PMDK berdasarkan nilai rapor. Aku
bingung, hanya ada satu kali lagi kesempatan yang harus kutempuh yaitu melalui
jalur SNMPTN tertulis. Aku yakin dengan kemampuan yang kumiliki sehingga aku
tidak mengambil jalur Ujian Mandiri yang tentunya menghabiskan uang lebih
banyak. Aku belajar dengan sangat giat selama satu bulan bahkan aku rela tidak
bermain bersama teman-teman. Tapi teman-temanku tetap saja mengunjungiku
belajar bersama di rumahku. Karena mereka juga akan menghadapi ujian SNMPTN
sama sepertiku. Entah ini sebuah kesalahanku atau kesalahpahaman. Mungkin hati
wanita lebih peka dan lebih sensitif, ia tidak dapat menahan perasaan sedih
karena aku jarang mengiriminya sms, jarang memberinya kabar apalagi menelpon.
Akhirnya ia meminta hubungan ini berakhir, tepat di malam ketika aku akan
menghadapi ujian SNMPTN esok hari.
Aku sungguh frustrasi, usahaku
belajar selama satu bulan ini untuk menghadapi SNMPTN dan ujian masuk STAN
seakan-akan hanya sebuah sketsa yang kubuat kemudian aku hapus lagi. Entah aku
harus marah dan menumpahkan rasa kesal pada siapa. Aku memarahi diriku sendiri
dan mengadu hanya pada Tuhanku. Aku mengurung diriku semalaman, aku juga tidak
nafsu makan. Tapi aku harus tetap berpikir jernih dengan logika dan perasaanku
dari berbagai perspektif. Aku harus melihat orang tuaku yang mempunyai harapan
besar agar aku jadi orang yang berhasil lebih dari mereka saat ini, aku harus
membahagiakan mereka. Aku juga harus melihat diriku suatu saat aku akan menikah
dan menjadi pemimpin rumah tangga yang bertanggungjawab memberi nafkah. Aku
juga melihat saudara-saudaraku yang lain yang sangat menyayangiku seperti anak
mereka sendiri. Cinta dan kekecewaan ini aku simpan rapat-rapat untuk sementara
waktu hingga aku dapat meraih apa yang aku, dia dan mereka inginkan. “Biarlah seperti air yang mengalir”itu
uangkapnya dulu. Kini aku telah menyiapkan pembatasnya apapun itu, agar air itu
tak mengalir ke tempat yang tak semestinya. Apakah ini cinta atau sekedar….,
entahlah, ku hanya beikhtiar karena-Nya. Semoga ia akan tetap menjadi melati
diantara mawar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar